Kamis, 17 Oktober 2013

MONEY TALKS

by Rick Godwin // 6 Oktober 2013

 









Penelitian terhadap atlet  yang memenangkan perlombaan menunjukkan hasil yang mengejutkan. Orang yang paling berbahagia, tentu saja adalah para peraih medali emas. Tetapi atlet yang paling berbahagia di posisi ke-2 adalah peraih medali perunggu, bukan peraih medali perak ternyata.

Peraih medali perak
adalah orang yang paling depresi karena terjebak dalam ilusi jika seandainya dirinya memenangkan medali emas, alih-alih cuma medali perak. Sementara peraih perunggu merasa sangat bersyukur masih bisa meraih posisi tiga, alih-alih di posisi empat.

Amsal 14:30
A heart at peace gives life to the body,
but ENVY rots the bones. -NIV


Berkaca dari penelitian itu, hal yang sama terjadi ketika menyangkut isu uang dalam hidup manusia. Uang akan terus meminta manusia melihat orang yang lebih berkelimpahan dan membayangkan bahagianya jika seandainya sudah bisa berada di posisi itu.  

Sama seperti kebanyakan peraih medali perak, sikap manusia terhadap uang biasanya:

1)
Terikat dengan harta
Seseorang bisa miskin, tapi serakah. Seseorang bisa kaya, tapi bermurah hati. Semua tentang hatimu, bukan tentang kaya atau miskin. Selama seseorang tidak menggantungkan hidupnya pada kekayaan yang ia miliki, ia tidak terikat oleh harta bendanya.


2)
Khawatir dengan hartanya
Tuhan sudah berpesan hendaknya manusia tidak perlu khawatir akan kebutuhan hidupnya;  apa yang akan dipakai, ataupun apa yang akan dimakan. Kebanyakan manusia tidak mengandalkan perkataan Tuhan mengenai ini, tetapi lebih mengandalkan harta di tangannya. Karenanya, hidup mereka dipenuhi dengan kekhawatiran.

Ilusi pertama yang sering dihadapi kebanyakan manusia adalah: untuk bisa berhenti khawatir soal uang, solusinya adalah dengan memiliki LEBIH banyak uang.


Faktanya, uang LEBIH banyak tidak membuat manusia berhenti khawatir mengenai uang. LEBIH banyak uang juga tidak berarti akan membuat seseorang menjadi lebih bermurah hati.   
Kebanyakan manusia malah menjadi makin egois. Mereka menganggap  konsep memberi hanya bagus secara ide, bukan dalam tataran praktis.

Kisah Para Rasul 20:35
In everything I did, I showed you that by this kind of hard work we MUST help the weak, remembering the words the Lord Jesus himself said: 'It is more blessed TO GIVE than TO RECEIVE.'" - NIV

Ketika memberi, hendaklah kita memastikan itu bukan untuk mencari pujian manusia atau untuk kemegahan diri sendiri. Memberi juga bukan supaya mendapat berkat lebih banyak dari Tuhan.  Manusia tidak akan pernah bisa cukup baik sampai membuat Tuhan berhutang padanya.

Ilusi kedua adalah: belum saatnya bermurah hati, karena belum banyak uang yang tersisa untuk bisa diberikan. Kebanyakan orang merasa belum saatnya memberi, karena merasa masih berkekurangan. Yesus sudah mengingatkan bahwa jika engkau tidak bisa bermurah hati dengan yang sedikit, maka yang banyak juga tidak akan pernah bisa.


2 Korintus 8: 2 
In the midst of a very severe trial, their overflowing joy and their extreme poverty welled up in rich generosity.

Ayat ini mengajarkan bahwa manusia diciptakan untuk memberi, baik ketika dalam kelimpahan maupun kekurangannya. Orang yang hidup dalam Tuhan, di tengah2 penderitaan pun  mereka bisa bersukacita

Di
Amerika Serikat, hasil penelitian justru menunjukkan bahawa orang-orang yang berkekurangan justru yang memberi lebih banyak.

Ilusi
ketiga yang dihadapi kebanyakan manusia adalah berharap uang bisa menjadi solusi atas situasi keuangan yang sedang dihadapinya. Sudah terjebak hutang,  manusia seringkali malah cuma duduk menunggu uang membuat keajaiban atas masalahnya. Manusia butuh belajar bagaimana mengelola uangnya dengan baik. Jika tidak, berapapun uang yang didapatnya akan habis begitu saja. Sama halnya ketika seseorang mengisi air ke dalam gelas yang bocor.

Ilusi
keempat mengenai uang adalah: satu hari akan CUKUP, karena itu perlu secepatnya dikejar sampai cukup. Jika manusia tidak berhikmat, uang akan senantiasa membohongimu bahwa: “sedikit lagi, maka sebentar lagi akan cukup hartamu.” Kenyataannya,  MORE is never ENOUGH.
 

Dalam satu survey mengenai aktivitas rekreasi apa yang paling disukai? Respon no.1 masyarakat Amerika Serikat: SHOPPING.
Konsumerisme membuat seseorang tidak akan pernah merasa cukup. Semua pusat perbelanjaan dan etalase di sekeliling kita dirancang untuk satu tujuan semata: senantiasa membuat manusia merasa  TIDAK puas dan cukup. Selalu akan ada model baru, desain baru, tipe baru dan seterusnya.

Setelah mengetahui semua ilusi ini, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa  Uang TIDAK BISA membuat manusia bahagia, tapi cuma untuk membayar tagihan.

Karena itu, manusia perlu memahami perspektif yang benar mengenai uang, uang yang sudah di”tebus”:

1)
Jika saya dipercaya LEBIH, saya tidak harus meningkatkan terus lifestyle saya, karena tidak akan pernah ada habisnya. Selalu ada langit di atas langit...selalu ada yang lebih baru. Uang yang berlebih kiranya bisa dipakai untuk memberkati orang lain, tidak melulu untuk kepentingan saya sendiri.

2) J
angan pernah mencari kepuasan dalam uang atau barang. Manusia harus belajar bagaimana bisa mengagumi TANPA harus memiliki. Bisa berbahagia TANPA harus menambah barang baru dalam lemarinya. Manusia bisa berbahagia jikalau sudah belajar bagaimana bersyukur, bukan karena berapa banyak harta di tangannya.  Jangan biarkan uang membohongimu.

Di
Amerika Serikat, uang adalah Tuhan bagi kebanyakan orang. Sampai-sampai pelayanan pun diukur dalam angka.


Filipi 4: 12-13
12 I know what it is to be in need, and I know what it is to have plenty. I have learned the secret of being CONTENT in any and every situation, whether well fed or hungry, whether living in plenty or in want. 13 I CAN do all this THROUGH him who GIVES me strength.

B
elajarlah untuk memuaskan diri sendiri, dlm situasi APAPUN, baik dalam keadaan lapar atau kenyang. Di dalam Kristus, semua hal bisa ditanggung oleh manusia.


Manusia tidak perlu memiliki segalanya untuk bisa merasa cukup. Rasa berkecukupan perlu dipelajari, sehingga dalam keadaan lapar pun manusia masih bisa merasa cukup. Manusia bisa merasa cukup bukan karena mengandalkan kekuatannya, tapi karena sudah merasakan kebaikan Tuhan.

3)
Manusia akan makin menyukai hidupnya ketika ia memberi, ketimbang tidak memberi. Yesus sudah menyampaikan bahwa lebih besar sukacita seseorang ketika memberi daripada sekedar menerima. Hasil penelitian ilmiah pun menunjukkan hal yang sama.

http://m.tempo.co/read/news/2013/07/31/060501214/Membantu-Orang-Lain-Itu-Bikin-Bahagia

Banyak memberi, banyak menerima. Manusia diciptakan dengan kebutuhan untuk memberi.

4) Saat memberi ad
alah SEKARANG
Tuhan memperkenalkan konsep perpuluhan bukan karena Dia membutuhkan upeti dari manusia. Ia ingin manusia belajar untuk tidak terikat pada harta bendanya dan tetap bisa mencintai Tuhan, di level income berapapun Dari kebiasaan memberi, Tuhan berusaha membentuk manusia menjadi murah hati.
Persentase 10% adalah metode Tuhan untuk menguji kesungguhan hati seseorang, kepada siapakah sebenarnya ia menaruh pengharapan dan hidupnya?

5)
Jadikanlah kebiasaan bermurah hati sebagai prioritas.

Amsal 3:9
Honor the LORD with your wealth,
with the firstfruits of all your crops;

Hendaklah manusia menghormati Tuhan dengan kekayaannya. Persepuluhan hanyalah “fondasinya, sementara memberi adalah "bangunan"nya. Kemurahan hati seorang Kristen baru mulai diukur SETELAH perpuluhan yang ia sisihkan dari pemasukannya.

Tuhan itu baik, dan teramat baik. Terlepas dari kita mengandalkanNya atau tidak, Ia tetap baik kepada manusia.

Yoh 3:16
For God so loved the world that he gave His ONE and ONLY Son, that whoever believes in him shall not perish but have eternal life.

Biarkanlah ayat ini menginspirasi kita semua untuk semakin bermurah hati kepada sesama. Tuhan SUDAH berikan segalanya, termasuk anakNya, dan apa yang sudah kita berikan untukNya sebagai balasan?

Bersediakah kamu menyerahkan waktu, uang, talenta, dan kehidupanmu kepadaNya? Ini antara kamu dan Tuhan

RICK GODWIN is the Founder and Senior Pastor of Summit Christian Center in San Antonio, Texas. Summit Christian Center is a contemporary, multi-cultural congregation with thousands in attendance weekly. Rick is also a popular national and international speaker who appears regularly at business and church leadership seminars. His real, raw, and relevant message challenges mindsets of mediocrity and launches people into their destiny. Rick is married to Cindy and they have two daughters, Christen and Alicia, and one granddaughter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar