by: MyRh3ma
Pertama kali kami mengenal Giancarlo, ia sudah
dirawat setidaknya tiga minggu di 3 RS berbeda, tanpa seorang dokter pun tahu
apa penyebab sakitnya.
Semua tes sudah dilakukan untuk mencari tahu
KENAPA paru-paru, lambung, dan ginjal Gian bisa infeksi dan membengkak,
sementara berbagai jenis antibiotik tidak menunjukkan respon apa-apa terhadap
tubuhnya. Semua hasil tes, bahkan termasuk tes HIV, menunjukkan hasil negatif. Selama 3 minggu itu juga, Gian harus merasakan
hidup di kisaran suhu 39-40 derajat celcius. Naik turun.
Ketika melihatnya untuk pertama kali, ia terlihat begitu kecil, rapuh, dan lemah. Walau Gian dan keluarganya orang asing sama sekali
bagi kami, segeralah hati kami tergerak membantunya mendapatkan perawatan yang
terbaik. Keberadaan Gian awalnya kami ketahui dari broadcast message (BM)
penggalangan dana yang beredar melalui BBM. Karena ada satu dua teman yang
tergerak untuk menyumbang cukup besar, kami dimintai tolong untuk verifikasi keberadaannya ke rumah sakit.
Quotes dari McPherson berbunyi keras di kepala
kami; “True Christianity is not only to BE good, but to DO good.” Ditambah
seruan dari Ps Jeffrey untuk lebih sering mengambil peran “standing the gap”,
kami memutuskan untuk membantu keluarga ini.
http://myrh3ma.blogspot.com/2013/09/faith.html
Ketika kami menemui papa Giancarlo, Gerson, kami
segera bertanya, “Sudah adakah dana untuk membawa Gian berobat ke Singapura?
Konon, RS di sana punya teknologi yang lebih maju.” Dengan muka datar, lelah,
dan bingung Gerson cuma menjawab singkat, “Belum.”
“Bolehkah saya membantumu mengumpulkan dana untuk
berobat ke Singapura? Kami bukan orang kaya, tapi kami mengenal orang-orang kaya,
para kaum berada. Walau saat ini kami cuma punya “5 roti dan 2 ikan” untuk
kalian, kami PERCAYA Ia akan membuka jalan untuk Gian. Dengan caraNya, dan pada
waktuNya. Asal Tuhan berkenan, Gian pasti bisa dibawa berobat ke Singapura.”
“Silakan,” jawabnya singkat, dengan ekspresi muka datar, kombinasi antara curiga, skeptis dan tidak percaya. Wajar, mengingat pertanyaan dan pernyataan
ini datang dari orang asing yang baru ditemuinya pertama kali.
Pembicaraan kami kemudian berlanjut 10 menit dan
memberi gambaran lebih jelas tentang situasi terakhir mereka.
Dokter di RS kedua sebenarnya sudah menyarankan
Gian untuk dibawa ke Singapura alih-alih pindah RS lain di Jakarta. Mereka
sudah melakukan yang terbaik untuk menemukan penyebab sakitnya Gian, walau
berakhir nihil.
Semua pengobatan Gian harus ditanggung sepenuhnya
dari kantong pribadi karena Gerson tidak dicover
fasilitas asuransi dari kantor, begitu pula dengan Gian yang belum dicover
asuransi manapun. Sementara Zani, mama Gian, hanyalah ibu rumah tangga.
BPKB motor dan cincin kawin sudah digadaikan untuk
biaya berobat Gian di dua RS sebelumnya. Di RS ketiga ini, yang membutuhkan
biaya Rp 8juta/hari, mereka benar-benar cuma mengandalkan kebaikan dan
sumbangan dari orang-orang yang tidak mereka kenal.
“Ketika dokter memberikan perkiraan biaya ini,
saya hampir pingsan. Dari mana lagi dana untuk melanjutkan pengobatan Gian ini?”
cerita Zani dengan suara lirih dari ranjang opnamenya.
Bukan kenapa, sudah tidak ada harta benda yang
bisa mereka gadaikan lagi saat itu. Apalagi, keluarga ring satu mereka tidak dalam kapasitas bisa membantu menanggung biaya pengobatan ini. BM yang
disebarkan sahabat-sahabat mereka yang sebenarnya secara mukjizat memperpanjang
nafas kehidupan Gian.
Zani ikut jatuh sakit dan karenanya harus
diopname. Sejak melahirkan, ia belum beristirahat dengan layak dan sudah harus
mendampingi Gian dari satu RS ke RS lain. Karena pertimbangan biaya, ia kemudian
memilih di-opname di RSUD yang berjauhan dari Gian.
“Mari kita lakukan tindakan iman kalau begitu.
Tuhan yang kita sembah, hanya dengan 5 roti dan dua ikan BISA memberi makan
5000 orang dan kemudian MASIH tersisa 12 bakul. Karena sekarang memang sudah tidak
ada siapa-siapa lagi yang bisa kalian andalkan, bagaimana kalau kita sekarang coba
mengandalkanNya sebagai satu-satunya pengharapan?” ajakku kepada mereka. Mereka setuju, walau saya tidak tahu apa yang
ada di hati mereka. “Mari kita berdoa dengan sungguh-sungguh kalau begitu, dan let’s see apa
yang Tuhan bisa lakukan untuk membawa Gian ke Singapura.”
Dari perhitungan kasar, kami memperkirakan dibutuhkan
dana minimal sekitar Rp 500 juta untuk membiayai pengobatan Gian ke Singapura.
Evakuasi dengan pesawat ambulans saja, sekali jalan, membutuhkan dana US$
16,500. Belum lagi termasuk biaya hidup dan akomodasi, minimal tiga orang, yang
nantinya merawat Gian di Singapura.
Angka yang sangat besar untuk kami galang sebenarnya,
mendekati mustahil bahkan. Supaya yang diajak membantu menggalang dana tidak
tawar hati, kami sampaikan dana yang butuh digalang cuma Rp 50 juta saja. Pikir
kami, biarlah sedikit-sedikit tapi jadi bukit nantinya.
Jangankan angka Rp 500 juta, ketika kami baru
menggunakan angka Rp 50juta sebagai patokan, respon pertama yang kami terima: “BAGAIMANA mungkin
bisa terkumpul angka segitu?”
“BAGAIMANA Musa bisa membelah Laut Merah ketika
membawa bangsa Mesir keluar dari Israel?” jawab kami diplomatis.
Segeralah kami mulai menggalang dana. Semua pintu
kami gedor, sampai-sampai termasuk pintu hati beberapa kandidat peserta
konvensi Partai Demokrat. Dana pun mulai mengalir masuk, entah hasil dari penggalangan
kami atau BM yang sudah beredar sebelumnya.
Puji Tuhan, target awal kami terlewati. Walaupun dana
yang terkumpul sudah cukup besar, tapi tetap saja belum cukup untuk berangkat. Karenanya, setiap hari kami usahakan datang
dan mendoakan mereka di RS supaya mereka tetap berbesar hati dan percaya.
Banyak kisah menarik di balik penggalangan dana
ini. Ada yang membatalkan rencana jalan-jalan ke luar negeri-nya supaya dananya
bisa dialihkan untuk Gian, ada yang memberi dari kekurangannya, bahkan ada yang
menawarkan ASI-nya jikalau diperlukan Gian.
Tiba-tiba, seakan-akan dari Sabang sampai Merauke,
orang-orang secara massal tergerak membantu Gian yang tidak mereka kenal sebelumnya. Tidak berhenti sampai di situ, mukjizat lain pun terjadi.
Di hari
ke-3 kami memulai penggalangan dana ini, Gerson memberitahu kami bahwa ada
seorang donatur yang berdomisili di Singapura yang tergerak hatinya. Beliau
berkomitmen untuk menanggung SEMUA biaya pengobatan Gian di Singapura sampai
sembuh. Hanya karena melihat foto Gian yang terpasang di propic teller
bank-nya, yang kebetulan teman sekantor Gerson, beliau langsung tergerak dan
menawarkan bantuan. Tanpa perlu dibujuk, diminta, atau didorong... pekerjaan
manusia kah ini?
Wowww,
what an amazing and awesome God! CaraNya bahkan di
luar imajinasi kami semua.
1Korintus 2:9Tetapi seperti ada tertulis: “Apa yang tidak pernah diLIHAT oleh mata, dan tidak pernah diDENGAR oleh telinga, dan yang tidak pernah TIMBUL di dalam hati manusia: SEMUA disediakan Allah untuk mereka yang MENGASIHI Dia.”
Satu masalah terpecahkan, sekarang tinggal proses evakuasinya
saja.
Di sinilah masalah kedua muncul, yaitu paspornya
Gian. Mungkin karena gagasan untuk membawa Gian berobat ke Singapura ini betul-betul
di luar realitas dan keyakinan keluarga, paspor Gian tidak pernah dibikin.
Jangankan paspor, akte lahirnya saja masih belum ada.
Baru seminggu kemudian dari kepastian adanya sponsor, Gian secara
teknis baru bisa dipindahkan. Terkendala cukup lama menunggu masalah paspor dan koordinasi antara RS Jakarta-Singapura ini
kelar.
Selasa kemarin, 8 Oktober 2013 adalah waktunya bagi Gian untuk dipindahkan ke Singapura. Adalah waktunya bagi pertunjukkan "air berubah menjadi anggur"
Selasa kemarin, 8 Oktober 2013 adalah waktunya bagi Gian untuk dipindahkan ke Singapura. Adalah waktunya bagi pertunjukkan "air berubah menjadi anggur"
Yang tadinya terlihat MUSTAHIL bagi manusia, sekarang tiba-tiba terlihat sangat
MUNGKIN bersama Tuhan. “5000 orang sepertinya akan
segera dikenyangkan” dengan "5roti dan 2 ikan" ini saja.
Dari yang tadinya harus menggadaikan cincin kawin untuk dirawat di RS Jakarta, sekarang tiba-tiba terbuka jalan untuk membawa Gian berobat ke Singapura. Ambulans dan pesawat ambulans sudah siap sedia, ALL looks fantastic. Adakah manusia yang bisa membuat skenario dan pekerjaan seperti ini?
Dari yang tadinya harus menggadaikan cincin kawin untuk dirawat di RS Jakarta, sekarang tiba-tiba terbuka jalan untuk membawa Gian berobat ke Singapura. Ambulans dan pesawat ambulans sudah siap sedia, ALL looks fantastic. Adakah manusia yang bisa membuat skenario dan pekerjaan seperti ini?
DULU, kami adalah orang yang suka berprasangka
buruk kepada Tuhan. Banyak perbuatan dan tindakanNya yang tidak bisa dimengerti
dan dipahami. Karena itu, bagi kami kadang-kadang Dia terlihat “iseng”, membuat
kami sering bertanya-tanya; apakah memang sudah hobiNya bertindak suka-suka terhadap
manusia?
Selasa pagi kemarin itu, sekali lagi, Dia kembali mempertunjukkan ke-iseng-anNya di depan mata kami semua. Ketika semua ambulans dan pesawat sudah siap dan tinggal berangkat, kondisi Gian tiba-tiba drop dengan drastis.
Nafas Gian yang tadinya masih normal di angka 85,
bahkan setelah dicek oleh tim evakuasi, tiba-tiba drop ke angka 47. Jadi
sebelum balik ke kisaran angka 85, proses evakuasi tidak bisa dilakukan.
Sungguh, butuh iman untuk mengerti semua ini. Dia
memeliharanya selama hampir 4 minggu, tapi kemudian ketika datang saatnya untuk
terjadi mukjizat, kenapa Dia seperti “lepas tangan”?
Kali ini, kami memilih untuk tetap PERCAYA pada kebaikanNya, pada CARANya, dan pada WAKTUNya, walaupun kami kebingungan dengan kehendakNya. Kami dalam situasi ini memilih untuk TETAP percaya Tuhan itu baik, ALL the time. Dan karenanya, kami cuma bisa berdoa.
Setelah upaya untuk meningkatkan indikator nafas
ini kembali ke angka 85 tidak berhasil, keluarga pun harus mengambil keputusan.
Antara menunggu sampai normal/meninggal di RS Jakarta atau dicoba tetap dievakuasi
ke Singapura dengan segala resikonya. Keluarga memutuskan untuk mencoba opsi kedua.
Resiko pertama adalah memindahkan Gian dari
ranjang RS ke dalam ambulans. Untuk yang ini, berhasil dilewati dengan baik.
Resiko kedua, memindahkan Gian dari ambulans ke dalam pesawat ambulans di
Bandara Halim. Untuk yang ini, juga berhasil dilewati dengan baik.
Ketika pesawat sudah lepas landasan, semua orang langsung
larut dalam kelegaan dan kegembiraan; seolah-olah “air sudah berubah menjadi anggur”
juga saat itu. Keluarga bahkan sudah bisa tertawa lepas dan penuh sukacita saat
kami dalam perjalanan pulang dari Halim.
Sekitar dua jam kemudian, Tuhan ternyata berkehendak
lain. Misteri Ilahi yang tidak bisa diselami dan dipahami pikiran manusia; Gian
berpulang ke rumah Bapa di surga.
Reaksi pertama kami adalah: WHY? Jika Dia bisa
gerakkan hati para donatur, menjaga Gian selama 4 minggu terakhir, WHY
endingnya harus seperti ini? WHY?
Dalam keadaan bersedih, kami melempar pertanyaan
itu ke beberapa sahabat dan menemukan beberapa jawaban “bijak”.
“Tuhan MEMBERI, Tuhan MENGAMBIL,” kata David.
“Hidup adalah BERKAT, kematian adalah SUKACITA,”
kata Meta.
“Manusia TIDAK AKAN pernah bisa menyelami
perbuatan Tuhan,” kata Raymond. “Mengenal dan mengerti manusia itu suatu hal
yang sulit, apalagi mengerti Penciptanya manusia.” Om Yudha menambahkan.
Jawaban ter”sejuk” yang kami anggap paling bisa dipahami
dengan pikiran manusia kami yang serba terbatas ini, “Tuhan sangat sayang pada
Gian hingga Ia ingin merawatnya langsung di SurGa, bukan di SinGapura,” kata
Joyce.
Versi jawaban manapun yang engkau pilih, kami yakin
betapa kisah Giancarlo ini berdampak dan berpengaruh bukan hanya kepada keluarga
intinya, tapi juga kepada kita semua.
Giancarlo sudah berjuang dengan hebat. Bertahan dalam
sakit dan penderitaannya selama 4 minggu, tanpa pernah menyerah.
Lahir dalam keadaan suci, ia dipanggil pulang
dalam keadaan masih suci pula. Hanya dalam dua bulan, berapa hati yang sudah ia
sentuh? Berapa hati yang sudah ia ajari tentang kebaikan dan penyertaan Tuhan?
Malam ini ia pulang ke Jakarta dan akan
disemayamkan di Rumah Duka Dharmais. Bagi kami, kepulangan Gian layak disambut
seperti halnya sebuah kota menyambut pulangnya para pahlawan mereka dari medan
perang.
Ia sudah ber”tempur” dengan gagah berani dan luar
biasa. Dan, ia berpulang dengan cara yang begitu indah, berpulang di
tengah-tengah kebaikan dan kasih Tuhan.
Kisah hidup dua bulannya akan senantiasa diingat
bagi setiap orang yang sedang ber”tempur” melawan penyakit, menghadapi masalah yang
datang dalam hidup mereka bahwa: Tuhan itu baik.
2 Timotius 4: 7Aku telah mengakhiri pertandingan yang BAIK, aku telah mencapai GARIS AKHIR, dan aku telah memelihara IMAN.
Giancarlo, selamat jalan... cinta dan doa kami
besertamu.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar